Ketua Formatur SPLR, Wawan Kurniawan, mengatakan bahwa aksi tersebut membawa tiga tuntutan utama. Pertama, menolak politik upah murah. Kedua, mendesak pemberian kesejahteraan dan jaminan sosial bagi tenaga kerja. Ketiga, meminta penerapan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) secara profesional di lingkungan perusahaan.
“Kami ingin memastikan hak-hak pekerja dilindungi. Tidak hanya soal upah, tapi juga jaminan sosial dan lingkungan kerja yang aman,” ujar Wawan di lokasi aksi.
Dalam momen tersebut, SPLR juga secara resmi mendeklarasikan terbentuknya organisasi buruh lintas perusahaan di wilayah Luwu Raya. Menurut Wawan, SPLR saat ini telah memiliki 125 anggota yang berasal dari sejumlah perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut.
Menanggapi aksi tersebut, Human Resource and General Affair (HRGA) PT BMS, Fahrul Syarif, menyatakan bahwa perusahaan telah menjalankan seluruh kewajiban ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Soal upah, seluruh pekerja di PT BMS dan perusahaan mitra kami sudah menerima gaji pokok sesuai Upah Minimum Regional (UMR) Sulsel, yaitu sebesar Rp3,6 juta lebih. Selain itu, ada juga tunjangan kehadiran,” jelas Fahrul.
Ia menambahkan bahwa semua pekerja telah didaftarkan sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sejak pertama kali bekerja. Tidak ada penghapusan keanggotaan selama masa kerja.
Terkait penerapan K3, Fahrul menyebut bahwa PT BMS telah memenuhi 166 poin standar keselamatan kerja, mulai dari penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), pelatihan dan induksi kerja, evaluasi berkala, hingga pemasangan rambu-rambu keselamatan.
“Kami sudah menerapkan semua prosedur secara maksimal, dan saat ini tinggal menunggu hasil penilaian dari tim yang ditunjuk oleh pemerintah,” pungkasnya.(*)