Ismail menilai, konsumsi ballo semakin memprihatinkan karena dalam sepekan terakhir terjadi dua kasus penganiayaan di Kabupaten Luwu yang dipicu oleh miras tersebut.
Kasus pertama terjadi pada Jumat malam (26/9/2025) di Dusun To’balo, Desa To’balo, Kecamatan Ponrang Selatan. Seorang pria berinisial H (27) menikam kakak kandungnya, Alamsyah (45), hingga meninggal dunia. Berdasarkan hasil penyelidikan, korban yang diduga mabuk masuk ke rumah orang tua mereka dan mengamuk. Pelaku yang kesal kemudian menikam korban dengan sebilah badik di bagian dada kiri dan telinga. Korban meninggal di lokasi kejadian.
“Pelaku mengaku kesal karena korban kerap pulang dalam kondisi mabuk, mengamuk, dan bahkan sering mengusir ibunya dari rumah,” terang pihak kepolisian dalam keterangannya.
Kasus kedua terjadi di Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu. Seorang pria menjadi korban penikaman dengan busur akibat cekcok saat minum ballo. Korban disebut menyembunyikan minuman tersebut hingga memicu kemarahan pelaku. Emosi yang memuncak membuat pelaku nekat menikam korban dengan anak panah busur yang menancap di punggung. Korban sempat mendapat perawatan di Puskesmas Suli.
Dua kejadian ini, kata Ismail, menjadi pelajaran berharga bahwa miras tradisional seperti ballo rawan menimbulkan pertikaian hingga berujung pada tragedi.
“Ini harus jadi perhatian serius. Polres Luwu perlu menertibkan lokasi-lokasi miras ballo agar tidak terus menimbulkan masalah sosial,” ujarnya.
Selain itu, Ismail juga mendorong pemerintah desa untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak menjadikan pohon aren sebagai bahan produksi miras ballo.
“Lebih baik diarahkan untuk produksi gula aren atau gula semut. Selain bisa menumbuhkan UMKM, juga dapat meminimalisir pertikaian antarwarga di desa,” pungkasnya. (*)